A. Biografi Ibnu Katsir
Beliau adalah seorang yang dijuluki
sebagai al-Hafizh, al-Hujjah, al-Muarrikh, ats-Tsiqah Imaduddin Abul Fida'
Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir al-Qurasyi al-Bashrawi ad Dimasyq asy-Syafi'i.
Lahir di sebuah desa yang bernama Mijdal daerah bagian Bushra pada tahun 700 H.
Ayahnya meninggal ketika beliau berusia tiga tahun dan beliau Terkenal sebagai
khatib di kota itu. Adapun Ismail Ibnu Katsir merupakan anak yang paling
bungsu. Beliau dinamai Ismail sesuai dengan nama kakaknya yang raling besar
yang wafat ketika menimba ilmu di kota Damaskus sebelum beliau lahir.
Pada tahun 707 H, Ibnu Katsir pindah
ke Damaskus, dan di sanalah dia mulai menuntut ilmu dari saudara kandungya
Abdul Wahhab Ketika itu dia telah hafal al-Qur'an, dan sangat menggandrungi
pelajaran hadits, fikih, maupun tarikh.
kemampuan memahami. Di samping
menguasai bahasa dan merangkai syair. Ibnu katsir juga mengghafal dan menulis
banyak buku.
Setelah berguru kepada banyak ulama,
semisal Syaikh Burhanuddin Al-fazari dan Kamaluddin bin Qodhy suhbah, Ibnu
Katsir mengokohkan Ilmunya. Kemudian ia menyunting putrid Al-hafidz Abu
Al-hajjaj Al-Muzzi. Ia membiasakan mengaji dengannya. Dalam bidang hadits, Ibnu
katsir mengambil banyak dari Ibnu Taimiyyah. Membaca ushul Hadits dengan
Al-ashfahani. Disamping itu ia juga menyimak banyak ilmu dari berbagai ulama.
Menghafal banyak matan, mengenali sanat, cacat, biografi tokoh dan sejarah di
usia muda.
Beliau juga turut menimba ilmu dari
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Wafat tahun 728 H). Begitu besarnya cintanya
kepada gurunya ini sehingga dia terus-menerus bermulazamah (mengiringinya), dan
begitu terpengaruh dengannya hingga mendapat berbagai macam cobaan dan hal-hal
yang menyakitinva demi membela dan mempertahankan gurunya ini.
Pergaulan dengan gurunya ini
membuahkan berbagai macam faedah yang turut membentuk keilmuannya, akhlaknya
dan tarbiyah kemandirian dirinya yang begitu mendalam, karena itulah beliau
menjadi seorang yang benar-benar mandiri
dalam berpendapat. Beliau akan selalu berjalan sesuai dengan dalil, tidak
pernahta'assub(fanatik) dengan mazhabnya, apalagi mazhab orang lain, dan
karya-karyabesarnya menjadi saksi atas sikapnya ini.Beliau selalu berjalan di
atas Sunnah, konsekuen mengamalkannya, serta selalu memerangi
berbagai bentuk bid'ah dan fanatik madzhab.
Di antara guru beliau yang terkemuka
selain Ibnu Taimiyah, Alamuddin al-Qashim bin Muhammad al-Barzali (wafat tahun
739 H) dan Abul Hajjaj Yusuf binaz-Zaki al-Mizzi (wafat tahun 748 H).Para ulama
di zamannya maupun yang datang sesudahnya banyakmemberikan kata pujian terhadap
dirinya, di antaránya ai-Imam adz-Dzahabi yang berkata mengenai dirinya,
"Beliau adalah ai-Imam al-Faqih al-Muhad-dist yang ternama, seorang faqih
yang handal, ahli hadits yang tersohor, serta seorang ahli tafsir yang banyak
menukil."
Muridnya yang bernama Ibnu Hijji
berkata, "Dia adalah orang yang pernah kami temui dan paling kuat
hafalannya terhadap matan hadits, paling paham dengan takhrij dan para
perawinya, dapat membedakan yang hadits shahih dengan yang lemah, banyak
menghafal di luar kepala berbagai kitab tafsir dan tarikh, jarang sekali lupa,
dan memiliki pemahaman yang baik serta agama yang benar." Al-Allamah
al-Aini berkata, "Dia adalah rujukan ilmu tarikh, hadits,dan tafsir."
Ibnu Habib berkata, "Dia masyhur dengan kekuatan hafalan dan redaksi yang
bagus, dan menjadi rujukan dalam ilmu tarikh, hadits maupun tafsir."
Dalam Almujam Imam dzahabi
megungkapkan tentang ibnu katsir, “ adalah seorang imam, mufti, pakar hadits.
Spesialis fiqih, ahli hadist yang cermat dan mufassir yang kritis”. Lain halnya
dengan Ibnu hubaib yang menyebutnya sebagai, “ pemimpin para ahli tafsir,
menyimak, menghimpun dan menulis buku. Fatwa-fatwa dan ucapannya banyak
didengar hamper diseluruh pelosok. Ibnu katsir banyak tersohor karena
kecarmatan dan tulisannya. Ia merupakan pakar dalam bidang sejarah, hadist dan
tafsir.
Para ulama sepakat akan keluhuran
ilmu Ibnu katsir, terutama dalam bidang Al-quran. Seorang murid ibnu katsir
mengatakan. “ dari ulama yang ada di zaman ini, Ibnu katsir merupakan orang
yang terbaik dalam mengahafal hadits dan yang paling mahir dalam meneliti
tingkat kebenaran dan kapasitas rowi suatu hadits.
Ibnu katsir menghembuskan nafas
terakhirnya pada hari kamis bulan sya’ban 774 H di kota Damaskus. Sebelum
meninggal, Ibnu Katsir kehilangan penglihatan matanya. Jasadnya dimakamkan di
samping makam gurunya, taqiyyudin Ibnu Taimiyyah. Selama masa hidupnya, ia
dikenal sebagai orang yang memiliki ketinggian ilmu, dan karya-karyanya banyak
memberi manfaat yang besar bagi masyarakat.
B.
Karya-karya Ibnu
Katsir
Karya-karya tulis Ibnu
Katsir diantaranya adalah sebagai berikut :
§
Al-Bidayah wa An-Nihayah, dalam bidang sejarah. Kitab ini termasuk
referensi terpenting bagu sejarawan.
§
Al-Kawakib Ad-Darari, dalam bidang sejarah, semacam ringkasan dari Al-Bidayag wa An-Nihayah.
§
Tafsir Al-Qur’an
§
Al-Ijtihad wa Thalab Al-Jihad
§
Jami’ Al-Masanid.
§
As-Sunnah Al-Hadi li Aqwami Sunan.
§
Al-Wadih An-Nafis fi Manaqib Al-Imam Muhammad bin Idris
v
Dalam bidang Tafsir
Dalam hal ini, Rasyid
Ridha berkomentar, “Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan
perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari para mufassir salaf, menjelaskan
makna-makna ayat dan hukumnya, menjauhi pembahasan masalah i’rab dan cabang-cabang
Balagah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan
Mufassir, menghindari dari pembiacaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang
tidak diperlukan dalam memahami alqur’an secara umum atau hukum dan
nasehat-nasehatnya secara Khusus”.
Diantara ciri khas
Tafsirnya adalah perhatiannya yang besar kepada masalah Tafsir Al-Qur’an bi Al-Qur’an (Menafsirkan ayat dengan ayat).
Tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyakmemuat atau memaparkan ayat-ayat
yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan
hadits-hadits marfu’ yang relavan dengan ayat yang ditafsirkan, menjelaskan apa
yang menjadi dalil dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan Atsar para
sahabat, pendapat tabi’in dan ulama salaf selanjutnya.
Keistiewaan lain dari
hadits ini, daya kritisnya yang tinggi terhadap cerita-cerita Israiliyat yang
banyak tersebar dalam kitab-kitab tafsir bil-ma’tsur,
baik secara global maupun mendetail. Namun alangkah lebih baik lagi andaikata
ia menyelidikinya secara tuntas, atau bahkan tidak membuatnya sama sekali jika
tidak untuk keperluan Filterisasi dan penelitian.
Sumber:
Ainur Rafiq, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an,PUSTAKA
AL-KAUTSAR,Jakarta,2006
Ibnu Katsir,Al-bidayah wan
Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin,Darul Haq,Jakarta,2004,
loading...
0 komentar:
Post a Comment