Produk Penghimpunan Dana Di Perbankan Syariah

Pengertian Penghimpunan Dana

penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposan dengan pihak kreditur.Prinsip yang digunakan ada dua bergantung dari jenis banknya yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan prinsip konvensional dan dengan prinsip syariah. Ada pun dalam materi makalah ini hanya akan dibahas mengenai Bank Syariah dengan prinsip penghimpunan dana secara syariah.
Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.

Penghimpunan dana di Bank Syari’ah

     Mudharabah

     Mudhorabah adalah akad antara pihak pemilik modal dengan pengelola untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah di sepakati di awal akad. Di sini antara bank dan nasabah bank yang penyimpan telah melakukan kesepakatan di awal akad mengenai nisbah bagi hasil. Dana nasabah yang disimpan di bank akan kelola oleh bank unuk mendapatkan keuntungan. Sistem mudharabah ini dapat diaplikasikan pada produk tabungan, deposito, dan giro. Tabungan diatur dalam fatwa DSN No.02/DSN-MUI/IV/2000 dan giro di atur dalam fatwa DSN No.01/DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000.Ketentuan tabungan, giro, dan deposito berdasarkan mudhorabah dalam masing-masing fatwanya adalah sama. Isi dari ketentuan-ketentuan adalah sebagai berikut:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahiul maal atau pemilik dana. Dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai cara yang tidak bertentangan dengan syari’ah dan mengembangkannya termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan di tuangkan dalam akad pembuatan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan, giro atau deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak di perkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Landasan syari’ah mudharabah:

1. QS. Al- Muzammil (20) “Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT.”
2. QS. Al- Jumuah (10) “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Alah SWT.”
3. QS. Al- Baqarah (198) “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu.”
4. HR. Thabrani “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah. Jika menyalahi peraturan tersebut maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya.”
5. HR. Ibnu Majah. Dari Sohaib r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: Jual beli secara tangguh, Muqaradhah (Mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”

Rukun mudharabah

a)  Shahibul maal/rabbul maal(pemilik dana/nasabah)
b)  Mudharib( pengelola dana/pengusaha/bank)
c)  Amal(usaha/pekerjaan)
d)  Ijab qobul.


Jenis-jenis mudharabah

1)  Mudharabah muthlaqah(unestrited investmen/investas tidak terikat/ITT)
Yang di maks dengan transi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahib maal dan mudharib yang cakupannya sangat luasdan tidak di tasi oleh spesifkasi jnis usaha, waktu dan daerah bisnis. Berarti shahibul maal meeri kuasa penuh kepada mudharib, umtuk menjalankan proye anpa larangan/batasan yang berkaitan dengan proyek itu an tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis rusahaan dan pelanggan. Dalam pemahasan fiqih ulama salaf saleh ifal masyi’ta(lakukanlah sesukamu) dari shaibul maalkepada mudharib yang memberikan kekuasaan yang sangat besar.

Syarat mudhrarabah:

a) Modal mudharabah
1. Dalam bentuk uang tunai dan di nyatakan dengan jelas jumlahnya.
2. Harus segera diserahkan kepada mudharib agar dapat melakukan usaha/
3. Dana tidak dapat di ambil sewaktu-waktu(sesuai jangka waktu yang di perjanjikan).
b) Keuntungan
1. Pembagian keuntungan antara mudharib dan shahibul maal, berdasarkan nisbah sesuai kesepakatan awal.
2. Nisbah pembagian keuntungan harus di capai melalui negosiasi dan di tuangkan dalam akad secara tertulis/
3. Pembagian keuntungannya hanya untuk satu pihak, tidak sah akadnya.
c) Kerugian mudharabah
     Kerugian di tanggung oleh shahibul maal kecuali dikarenakan kejahatan dan kelalaian mudharib. Jika kerugian di sebabkan oleh kejahatan dan kelalaian mudharib, maka:
1. Mudharib berubah menjadi penjamin/
2. Dana tersebut berubah menjadi hutang mudharib kepada shahibul maal/
3. Mudharib berubah menjadi pekerja yang di gaji oeh rabbul mall.

Pekerjaan bersifat mutlak artinya tidak mengikat mudharib dalam usaha-usahanya memperoleh keuntungan.

Mudharabad Muthlaqoh

Penerapan mudharabah muthlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis himpunan dana yaitu tbungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.

·    Teknik perbankan
1) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat di timbulkan dari penyimpanan dana. Apa bila telah tercapai kesepakatan maka hal tersebut harus di cantumkan dalam akad.
2) Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebgai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah bank dapat memberikan sertifikar atau tanda penyimpanan(bilyet) deposito kepada deposan.
3) Tabungan mudharabah dapat di ambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang sudah di sepakati, namun tidak di perlukan mengalami saldo negatif.
4) deposito mudharabah hanya dapat di cairkan sesuai dengan jangka waktu yang yang telah disepakati. Deposito yang di perpanjang, setelah jatuh tempo akan di perlukan sesuai dengan deposito baru. Tetapi nilai pada akadsudah tercantum perpanjangan otomatis maka tidak perlu di buat akad baru.
5)  Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan engan prinsip syariah.

     Mudharabah muqayyadah on balance sheet

     Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
·     Teknik perbankan
1) Bank wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
2) Wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat di timbulkan dari penyimpanan dana. Apabila sudah mencapai kesepakatan maka hal tersebut harus di cantumkan dalam akad.
3) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan, bank wajib menisbahkan dana dari rekening lainnya.
4) Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan(bilyet) deposito kepada deposan.

     Mudharabah muqayyadah off balance sheet

       Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada plaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara(mediator) yang mempertemukan pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus di patuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan di biayai dan pelaksanaan usahanya.
·   Teknik perbankan
a) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada porsi tersendiri dalam rekening administrasi.
b) Dana simpanan khusus harus disaurkan secara langsung kepada pihak yang di amanatkan oleh pemilik dana.
c) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana berlaku nisbah bagi hasil.
·   Manfaat mudharabah
a) Bank menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi di sesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negatif spread.
c) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d) Bank akan lebih selektif dan hati-hati(prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e) Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungannya yang di hasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Wadi’ah

Wadi’ah adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai uang/barang(muwaddi’) dengan orang yang diberi kepercayaan(mustawda’) dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.

Rukun- rukun wadi’ah:

1. Ada penitip/ pemilik barang
2. Ada penerima titipan/ orang yang menyimpan
3. Ada barang yang dititipkan

Landasan syari’ah wadi’ah:

1. QS. Al-Baqarah(2):283 ”jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, maka sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang di percayai itu menunaiakan amanatnya (utang) dan hendaklah ia bertaqwa kepada tuhannya.”
2. Al-Qur’an surat an-nisa, ayat 58: sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah(titipan) kepada yang berhak menerimanya.
3. HR. Tharani bahwa dari ibnu umar berkata, bahwasanya rosulullah SAW. Telah bersabda:”tidak ada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang beramanah, tiada sholat bagi yang tidak bersuci.”
4. Dari Abu hurairah ra. Berkata Rasulullah SAW. Telah bersabda: tunaikan amanahmu kepada orang-orang yang telah mempercayakan kepadamu dan janganlah engkau berkhianat pada sesuatu yang di pertaruhkan orang kepadamu(HR.Abu daud dan tirmidzi)

            Jenis- jenis wadi’ah:

1. Wadi’ah yad amanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang di titipakan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang yang bukan di akibatkan oleh kelalaian penerima titipan.
2. Wadi’ah yad dhamanah adalah penerima barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memenfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab atas kerusakan barang/uang titipan.

Dalam hal ini bank isalm menggunakan akad wadi’ah yad dhamanah, yaitu bank dapat menggunakan uang simpanan nasabahnya untuk di kelola. Hasil keuntungan dari pengelolaan tersebut adalah milik bank, namun kerugian yang di alami harus di tangung oleh bank, karena naasabah mendapat jaminan perlindungan atas dananya. Bank dapat memberikan bonus yang tidak di syaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak di tetapkan. Manfaat yang di peroleh bank adalah keuntunan dari hasil pengelolaan dana. Aplikasinya pada perbankan islam, wadi’ah yad dhamanah di terapkan pada tabungan dan giro.

Dewan syariah nasional telah mengeluarkan ketentuan mengenai giro yang dapat di terapkan dengan sistem wadi’ah, yaitu pada fatwa DSN No.01/DSN-MUI/IV/2000. Pada fatwa ini giro yang berdasarkan wadi’ah di tentukan bahwa:
1. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik.
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi hak atau tanggung jawab bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan menanggung kerugian.
3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai insentif selama tidak diperjanjikan di akad awal pembukaan rekening.

Giro wadi’ah mempunyai karakteristik:
1. harus di kembalikan utuh seperti semula yaitu tidak boleh overdraft
2. dapat di kenakan biaya titipan
3. dapat di berikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan berupa saldo minimum
4. penarikan giro wadi’ah di lakukan dengan cek dan bilyet giro sesuai ketentuan yang berlaku
5. jenis dan kelompok rekening sesuai ketentuan yang berlaku yaitu sepanjang tidak bertentangan dengan syariah.
6. Dana wadi’ah hanya dapat digunakan dengan seijin penitip.

Sedangkan tabungan diatur dalam fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000. Pada fatwa ini, di sebutkan ketentuan mengenai tabungan yang berdarkan wadi’ah, yaitu:
1.Dana yang di simpan pada bank adalah bersifat simpanan.
2.Simpanan ini bissa di ambil kapan saja(on call) atau bedasarkan kesepakatan.
3.Tidak ada imbalan yang di syaratkan kecuali dalam bentuk pemberian(‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

          Sesungguhnya demikian, bank sebagai penerima titipan, sekaligus sebagai pihak yang memanfaatkan dana tersebu, tidak dilarang untuk memberikan insentif atau berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak di tetapkan dalam nominal atau prosentase secara advence (pembayaran dimuka), tetapi betuk-betul kebijaksanaan dari manajemen bank.




loading...

0 komentar:

Post a Comment