Ibadah
berasal dari kata Arab Ibadah (jamak: ibadat) yang berarti pengabdian,
penghambaan, ketundukan, dan kepatuhan. Dari akar kata yang sama kita mengenal
istilah ‘abd (hamba, budak) yang menghimpun makna kekurangan, kehinaan, dan
kerendahan diri dalam bentuk pengagungan, penyucian, dan syukur atas segala
nikmat. Kata ‘abd diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi abdi, seorang yang
mengabdi dengan tunduk dan patuh kepada
orang lain. Dengan demikian, segala bentuk sikap pengabdian dan kepatuhan
merupakan ibadah walaupun tidak dilandasi suatu keyakinan.
Dari sisi keagamaan, ibadah adalah ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah, tuhan yang maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk kegiatan manusia di dunia ini, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah. Jadi, semua tindakan mukmin yang dilandasi oleh niat yang tulus untuk mencapai rida Allah dipandang sebagai Ibadah. Makna ini yang terkandung dalam firman Allah:
Dari sisi keagamaan, ibadah adalah ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah, tuhan yang maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk kegiatan manusia di dunia ini, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah. Jadi, semua tindakan mukmin yang dilandasi oleh niat yang tulus untuk mencapai rida Allah dipandang sebagai Ibadah. Makna ini yang terkandung dalam firman Allah:
“Tidaklah
kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepadaku”.
(al-Dzariayat: 56).
Dengan
demikian, segenap tindakan mukmin yang dilakukan sepanjang hari dan malam tidak
terlepas dari nilai ibadah, termasuk tindakan yang dianggap sepele, seperti
senyum kepada orang lain. Atu bahkan tindakan yang dianggap kotor atau tabu
jika dituturkan kepada orang lain, seperti buang hajat, melakukan hubungan
seks, dan lain-lain. Beberapa sahabat bertanya kepada Nabi saw. Tentang pahala
sholat, puasa, dan sedekah. Rosulullah saw. Menjelaskan bahwa bukan hanya itu
tindakan yang diberi pahala, melainkan juga memerintahkan yang baik, melarang
yang buruk, dan bahkan hubungan seks yang dilakukan suami-istri. (HR Muslim ).
Rosulullah
saw. Juga bersabda, “seseorang muslim yang menanam pohon atau tumbuhan lain,
kemudian buahnya dimakan burung, orang atau binatang ternak, semua itu menjadi
sedekah baginya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tidak
semua tindakan manusia disebut ibadah kecuali jika memenuhi dua syarat berikut
ini:
1. Niat
yang ikhlas. Suatu perbuatan dinilai ibadah kalau diniatkan ibadah. Rosulullah
saw. Bersabda, “suatu amal hanya (akan dinilai ibadah) sesuai dengan niatnya,
dan masing-masing orang akan meraih sesuatu sesuai dengan niatnya.” (HR Bukhari
dan Muslim). Hussein Ateshin, pakar Islam asal Turki, mengatakan, “Suatu
tindakan dianggap ibadah hanya jika dimulai dengan niat, yakni secara mental
kita harus menyadari bahwa apa yang akan kita lakukan itu demi dan dalam
kerangka kepatuhan serta ketaatan kepada kehendak Allah yang maha kuasa.”
2. Tidak
bertentangan dengan syariat. Bila bertentangan dengan ajaran syariat, suatu
tindakan tidak akan dianggap ibadah meskipun dilandasi dengan niat ibadah,
misalnya memerkosa, mencuri, merampok, korupsi, dan sebagainya. Semua itu tidak
akan dianggap ibadah meskipun hasil dari tindakan itu dipergunakan untuk
kebaikan, misalnya bersedekah dengan harta hasil korupsi. Allah berfirman, janganlah
kamu campurkan yang hak dengan yang batil .... (al-Baqarah: 42)
sumber:
yunasril ali, buku induk rahasia dan makna ibadah, zaman, jakarta, 2012
loading...
0 komentar:
Post a Comment