Nama lengkap Al-Syatibi adalah Ibrahim bin Musa bin
Muhammad, Muhammad Makhluf menempatkan syatibi pada urutan ke 16 dalam
tingkatan ahli fikih malikiyah cabang Andalusia. Kunyahnya adalah Abu Ishaq
sedangkan nisbatnya as-Syatibi atau al-garnati. Garnati dinisbatkan kapada
kerajaan yang berkuasa ketika imam as-syatibi hidup (Granada) adapun syatibi
(satifa) adalah sebuah kota di bagian timur Andalusia beliau dilahirkan pada
tahun 720 H. 254 Al-Syatibi menghabiskan seluruh waktu hidupnya di Granada, ia
tidak pernah pergi keluar dari Andalusia karena para pakar sejarahpun tidak
pernah menjelaskan bahwa Al-Syatibi pergi keluar dari Andalusia, untuk
melakukan ibadah haji ataupun untuk melaksanakan expedisi ilmiah kebeberapa
Negara bagian timur.
Al-Syatibi dibesarkan dan memperoleh seluruh
pendidikannya di ibukota kerajaan Nashr, Granada, yang merupakan benteng
terakhir umat Islam di Spanyol. Masa mudanya bertepatan dengan masa
pemerintahan Sultan Muhammad V Al-Ghani Billah yang merupakan masa keemasan
umat Islam setempat karena Granada menjadi pusat kegiatan ilmiah dengan
berdirinya Universitas Granada. Suasana ilmiah yang berkembang dengan baik di
kota tersebut sangat menguntungkan bagi Al-Syatibi dalam menun-tut ilmu serta
mengembangkannya di kemudian hari.
Dalam meniti pengembangan intelektualitasnya, tokoh
yang bermazhab Maliki ini mendalami berbagai ilmu, baik yang berbentuk 'ulum
alwasa'il (metode) maupun 'ulum maqashid (esensi dan hakikat).
Al-Syatibi memulai aktivitas ilmiahnya dengan belajar dan mendalami bahasa Arab
dari Abu Abdillah Muhammad ibn Fakhkhar Al-Biri, Abu Qasim Muhammad ibn Ahmad Al-Syabti,
dan Abu Ja'far Ahmad Al-Syaqwari. Selanjutnya, ia belajar dan mendalami hadis
dari Abu Qasim ibn Bina dan Syamsuddin Al-Tilimsani, ilmu kalam dan falsafah
dari Abu Ali Mansur Al-Zawawi, ilmu ushul fiqih dari Abu Abdillah Muhammad bin
Ahmad Al-Miqarri dan Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad Al-Syarif Al-Tilimsani,
ilmu sastra dari Abu Bakar Al-Qarsyi Al-Hasymi, serta berbagai ilmu lainnya,
seperti ilmu falak, mantiq, dan debat. Di samping bertemu langsung, ia juga
melakukan korespondensi untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuannya,
seperti mengirim surat kepada seorang sufi, Abu Abdillah ibn Ibad Al-Nafsi
Al-Rundi.
Meskipun mempelajari dan mendalami berbagai ilmu,
Al-Syatibi lebih berminat untuk mempelajari bahasa Arab dan, khususnya, ushul
fiqih. Ketertarikannya terhadap ilmu ushul fiqih karena, menurutnya, metodologi
dan falsafah fiqih Islam merupakan faktor yang sangat menentukan kekuatan dan kelemahan
fiqih dalam menanggapi perubahan sosial.
Setelah memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai,
Al-Syatibi mengembangkan potensi keilmuannya dengan mengajarkan kepada para
generasi berikutnya, seperti Abu Yahya ibn Asim, Abu Bakar Al-Qadi dan Abu
Abdillah Al-Bayani. Di samping itu, ia juga mewarisi karya-karya ilmiah,
seperti Syarh Jalil 'da al-Khulashah fi al-Nahw dan Ushul
al-Nahw dalam bidang bahasa Arab dan al-Muwafaqatfi Ushul al-Syari'ah dan
al-I'tisham dalam bidang ushul fiqih. Al-Syatibi wafat pada tanggal 8
Sya'ban 790 H (1388 M).
Referensi:
Muhammad Khalid
Masud, Filsafat Hukum Islam: Studi tentang Hidup dan Pemikiran Al-Syathibi,Penerbit
Pustaka, Bandung, 1996
loading...
0 komentar:
Post a Comment