A.
Zaman Yunani Kuno
Yunani kuno sangat identik dengan
filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para
peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam
pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani
menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang
sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi
setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang
pengaruhnya terasa hingga sekarang.
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga
seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui
proses bertahap, dan evolutif.
Di dalam banyak literatur menyebutkan
bahwa periode Yunani merupakan tonggak awal berkembangnnya ilmu
pengetahuan dalam sejarah peradaban umat manusia. Perkembangan ilmu ini
dilatarbelakangi dengan perubahan paradigma dan pola pikir yang berkembang saat
itu. Sebelumnya bangsa Yunani masih diselemuti oleh pola pikir mitosentris,
namun pada abad ke 6 SM di Yunani lahirlah filsafat yang dikenal
dengan the greek miracle. Dengan paradigma ini, ilmu
pengetahuan berkembang sangat pesat karena menjawab persoalan disekitarnya
dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahayul yang
irrasional.
Seiring dengan berkembangannya waktu,
filsafat dijadikan sebagai landasan berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali
ilmu pengetahuan, sehingga berkembang pada generasi-generasi setelahnya. Itu
ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa
hingga sekarang. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan
entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal
manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya
dan alam jagad raya.
Periode setelah Socrates disebut dengan
zaman keemasan kelimuan bangsa Yunani, karena pada zaman ini kajian-kajian
kelimuan yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang
manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus
murid Socrates. Plato,
yang hidup di awal abad ke-4 S.M., adalah seorang filsuf earliest (paling tua)
yang tulisan-tulisannya masih menghiasi dunia akademisi hingga saat ini.
Karyanya Timaeus merupakan karya yang sangat berpengaruh di
zaman sebelumnya; dalam karya ini ia membuat garis besar suatu kosmogoni yang
meliputi teori musik yang ditinjau dari sudut perimbangan dan teori-teori
fisika dan fisiologi yang diterima pada saat itu.
Masa keemasan kelimuan bangsa Yunani
terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia adalah murid Plato, walaupun ia
tidak sepakat dengan gurunya mengenai soal-soal mendasar. Khususnya, ia
menganggap matematika sebagai suatu abstraksi dari kenyataan ilmiah. Dan ia
berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang
dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika.
Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme.
B.
Zaman Islam.
Islam sangat menghargai ilmu, ini terlihat sejak kemunculan agama Islam itu sendiri
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, saat beliu menerima wahyu pertama dengan
perintah “ iqra’ bacalah”.
Dominasi para teolog pada masa itu
mewarnai aktivitas ilmiah pergerakan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat
dari semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah ancillla
theologia atau abdi agama. Atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah
diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Agama Kristen menjadi problema
kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran
sejati. Inilah yang dianggap sebagai salah satu penyebab masa ini disebut
dengan Abad gelap (dark age). Usaha-usaha menghidupkan kembali keilmuan
hanya sesekali dilakukan oleh raja-raja besar seperti Alfred dan Charlemagne.
Josep Schumpeter, misalnya dalam buku
magnum opus-nya menyatakan adanyagreat gap dalam sejarah pemikiran
ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark
ages. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan
umat Muslim, suatu hal yang berusaha ditutup-tutupi oleb Barat karena pemikiran
ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri oleh para ekonom
Barat.
Pada saat itulah di Timur terutama di
wilayah kekuasaan Islam terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Di
saat Eropa pada zaman Pertengahan lebih berkutat pada isu-isu keagamaan, maka
peradaban dunia Islam melakukan penterjemahan besar-besaran terhadap
karya-karya filosof Yunani, dan berbagai temuan di lapangan ilmiah
lainnya.
Menurut Harun Nasution, keilmuan
berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Keilmuan ini dipengaruhi oleh
persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam
al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani
melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban
Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur
(Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia). W. Montgomery Watt
menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh
orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan
di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria,
Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian –pada
sekitar tahun 900 M– ke Baghdad.
Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan
ilmu pengetahuan berada di pangkuan perdaban Islam. Dalam lapangan kedokteran
muncul nama-nama terkenal seperti: Al-Ḥāwī karya al-Rāzī (850-923)
merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran
sampai masanya. Rhazas mengarang suatu Encyclopedia ilmu kedokteran dengan
judul Continens, Ibnu Sina (980-1037) menulis buku-buku kedokteran (al-Qonun)
yang menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus
atau Alghoarismus) menyusun buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku
standar beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis perhitungan biasa (Arithmetics),
yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara desimal di Eropa untuk menggantikan
tulisan Romawi. Ibnu Rushd (1126-1198) seorang filsuf yang menterjemahkan dan
mengomentari karya-karya Aristoteles. Al Idris (1100-1166) telah membuat 70
peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Boger
II dari kerajaan Sicilia.
Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān
(Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān
memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode
pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia
yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya.
Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat
yang mencapai ketepatan tinggi.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas,
sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī,
al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111
M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M),
dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī
berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi
filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di
antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-Fārābī. Al-Kindī sangat
ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa
Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks
yang menolak pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih
terkenal dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam
dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa
sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian
besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan
disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya
pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris.
Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan
dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad
lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans.
Pada zaman itu bangsa Arab juga menjadi
pemimpin di bidang Ilmu Alam. Istilah zenith, nadir, dan azimut membuktikan hal
itu. Angka yang masih dipakai sampai sekarang, yang berasal dari India telah
dimasukkan ke Eropa oleh bangsa Arab. Sumbangan sarjana Islam dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu :
1.
Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani
dan menyebarluaskan sedemikian rupa, sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti
sekarang ini.
2.
Memperluas pengamatan dalam lapangan
ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu
tumbuh-tumbuhan.
3.
Menegaskan sistem desimal dan
dasar-dasar aljabar.
C.
Masa renaisans dan modern
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah
orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya
menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan
intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad
ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad
pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwa
zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans.
Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang
terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern.
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang
mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme,
individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang
karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan
karena semangat humanisme.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah
berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance)
pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di
Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan
kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.
Walaupun Islam
akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia
telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad
ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung)
pada abad ke-18 M. Mulai itulah ilmu
pengetahuan semakin berkembangan dengan pesat hingga sekarang.
Referensi:
Amsal
Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2013,
Jerome
R. Ravertz, Filsafat Ilmu : Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, cetakan
keempat, Pustaka Pelajar, 2004,
Tim
Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty,
Yogykarta, 1996
loading...
0 komentar:
Post a Comment