Pembiayaan Mudharabah (Pengertian, Dasar Hukum, Jenis, Bentuk, Manfaat, Rukun dan Syarat)

sumber: google


Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau proses seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usaha. Secara istilah Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua belah dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak yang lainnya (mudharib) menjadi pengelolanya dan Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan anatara penyedia dana dan pengelola. Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan.
Akad mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana ( shahibul maal ) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank syariah untuk membiayai 100% kebutuhan dana dari suatu proyek/usaha tersebut, sementara nasabah sesuai dengan keahlian yang dimilikinya akan menjalankan proyek/usaha tersebut dengan sebaik-baiknya, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pihak bank syariah selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si nasabah. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si nasabah maka si nasabah harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Dasar Hukum Mudharabah  

Fuqaha sepakat akan diperbolehkannya dilakukannya Mudharabah. Kebolehannya ini berdasarkan ijma yang didasarkan kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi saw. Di samping itu, umat manusia sangat membutuhkannya karena tidak semua orang yang mempunyai harta memiliki keahlian dalam mendayagunakan dan mengembangkan hartanya. Begitupula sebaliknya, tidak semua orang yang mampu mengembangkan harta dan melakukan pekerjaan mempunyai modal.
Mudharabah termasuk kategori perserikatan, bukan tukar menukar. karena pemilik modal berserikat dengan pekerja untuk melakukan aktivitas komersial dengan konsekuensi yang sama, baik untung maupun rugi, sebagaimana yang dituntut dalam Mudhârabah adalah modal, bukan pekerjaan seorang pelaksana. Dengan demikian Mudhârabah dapat merealisasikan kemashlahatan keduabelah pihak. Oleh karena itu, landasan syariah al-Mudhârabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal itu tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.
1.    Al-Qur’an  
Artinya: “apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah [62]:10)
Artinya: “orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.”(QS. Al-Muzzammil [73]:20)
2.    Sunnah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari shuaib:
وَخَلْطُ وَالْمُقَارَضَةُ  ,أَجَلٍ إِلَى اَلْبَيْعُ :لْبَرَكَةُ فِيْهِنَّ ثَلاَثٌ  :قَالَ وَسَلَّمَ وَآلِهِ عَلَيْهِ للهُ صَلَّى النَّبِيَّ أَنَّ
(صهيب عن ماجه ابن رواه ) لِلْبَيْعِ لاَ لِلْبَيْتِ بِالشَّعِيْرِ لْبُرِّ
Artinya : Dari suhaib r.a bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:”Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari Mudharabah), mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah)

Jenis-jenis Mudharabah

Pada dasarnya terdapat dua jenis Mudharabah yakni, Mudharabah Mutlaqoh dan Mudharabah Muqayyadah.
1.  Mudharabah muthlaqoh adalah pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola dalam menentukan jenis usaha maupun pola pengelolaan yang dianggapnya baik dan menguntungkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariat.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah pemilik dana memberikana batasan-batasan tertentu kepada pengelola usaha dengan menetapkan jenis usaha yang harus dikelola, jangka waktu pengelolaan, lokasi usaha dan sebagainya. Namun demikian dalam praktik perbankan syariah modern, kini dikenak dua bentuk Mudharabah muqayyadah, yakni yang on balance sheet dan off balance sheet.
a   Dalam Mudharabah muqayyadah on balance sheet, aliran dana terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor yang terbatas. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan. Skema ini disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca bank.
b   Dalam Mudharabah muqayyadah off balance sheet, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur). Sedangkan bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Bank hanya memperoleh arranger fee. Skema ini disebut off balance sheet karena transaksi ini tidak dicatat dalam neraca bank, tetapi hanya dicatat dalam rekening administratif saja.

Bentuk-bentuk akad Mudharabah

Bentuk-bentuk akad Mudharabah, antara lain sebagai berikut:
1.      Mudharabah bilateral (sederhana), yaitu bentuk mudharabah antara satu pihak sebagai shahibul mal dan satu pihak lain sebagai mudharib.
2.      Mudharabah multilateral, yaitu bentuk mudharabah antara beberapa pihak sebagai shahibul mal dan satu pihak lain sebagai mudharib.
3.   Mudharabah bertingkat (re-mudharabah), yaitu bentuk mudharabah antara tiga tingkat. Pihak pertama sebagai shahibul mal, pihak kedua sebagai mudharib antara, dan pihak ketiga sebagai mudharib akhir.
4. Kombinasi musyarakah dan mudharabah. Dalam perjanjian mudharabah pada umumnya diasumsikan bahwa pengelola tidak ikut menanamkan modalnya, tetapi hanya bertanggung jawab dalam menjalankan usaha, sedangkan modal seluruhnya berasal dari pemodal. Sekalipun demikian, ada kemungkinan bahwa pengelola juga ingin menginvestasikan dananya dalam usaha mudharabah ini. Pada kondisi ini, musyarakah dan mudharabah digabung dalam satu akad, dan kerjasama semacam ini disebut kombinasi musyarakah dan mudharabah. Dalam perjanjian ini, pengelola akan mendapatkan bagian nisbah bagi hasil dari modal yang diinvestasikannya sebagai mitra usaha dalam musyarakah, dan pada saat yang bersamaan, pengelola juga mendapatkan nisbah bagi hasil dari hasil kerjanya sebagai pengelola (mudharib) dalam mudharabah.

Manfaat Akad Mudharabah

Akad mudharabah mempunyai manfaat bagi bank maupun bagi nasabah. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
1)   Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3)   Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4)   Bank akan lebih selektif dan hati – hati ( prudent ) mencari usaha yang benar – benar, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar – benar terjadi itulah yang akan dibagikan. Prinsip bagi hasil dalam al – mudharabah/al -musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah ) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Resiko Mudharabah

Resiko dalam mudharabah, terutama dalam aspek penerapan pada produk pembiayaan adalah:
1)   Side streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2)   Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3)   Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur

Rukun dan Syarat Mudharabah

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mdharabah adalah:
1)   Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Dalam akad Mudharabah harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad Mudharabah tidak ada. Masing-masing pelaku baik Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2)   Objek Mudharabah (modal dan kerja)
Objek merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal dan pelaksana usaha sama-sama menyerahkan modalnya maupun usahanya sebagai objek Mudharabah. modal yang diserahkan dalam bentuk uang, sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad Mudharabah pun tidak akan ada.
a)    Syarat Modal
(1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
(2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
(3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
b)   Syarat kegiatan Usaha
(1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
(2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan Mudharabah, yaitu keuntungan.
(3)Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari'ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan Mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
3)   Persetujuan antara kedua belah pihak (ijab-qobul)
Persetujuan antara kedua belah pihak merupakan  konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dananya, sementara pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerjannya. Ijab dan qabul harus memperhatikan hal-hal berikut:
(a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
(b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
(c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4)   Nisbah keuntungan
Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang berMudharabah. Nisbah keuntungan inilah yang mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak yang berMudharabah.
Syarat-syarat Keuntungan.
a) Keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan presentase dari jumlah modal yang diinvestasikan, melainkan hanya hasil keuntungan saja stelah dipotong jumlah modal.
b) Keuntungan untuk setiap pihak tidak ditentukan dalam bentuk nominal. Jika ditentukan dala bentuk nominal maka shohibul mal telah mematok untung tertentu dari sebuah usaha yang masih belum jelas untung dan ruginya. Ini akan membawa pada perbuatan riba.
c)  Nisbah pembagian ditentukan dengan presentase. Jika nisbah bagi hasil tidak ditentukan pada saat akad maka setiap pihak memahami bahwa keuntungan itu akan dibagi secara sama, karena aturan umum dalam perhitungan ini adalah kebersamaan.
5)   Kode Etik Pembagian Hasil Keuntungan.
a)  Keuntungan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, namun kerugian hanya ditanggung oleh pemilik modal saja. Pembagian keuntungan antara kedua belah pihak yang terlibat usaha dengan penanaman modal itu adalah berdasarkan kesepakatan mereka berdua, namun hanya pemilik modal saja yang menanggung kerugian. Pengelola modal hanya mengalami kerugian kehilangan tenaga.
b) Keuntungan dijadikan sebagai cadangan modal. Artinya, pengelola tidak berhak menerima keuntungan sebelum ia menyerahkan kembali modal yang ada, karena keuntungan itu adalah kelebihan dari modal.
c)    Pengelola tidak boleh mengambil keuntungan sebelum masa pembagian.
d) Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut.

loading...

1 comment: