Konsep pembiayaan Ijarah Pada Peraturan Ekonomi Islam Indonesia

Ijarah berarti upah, sewa, jasa, imbalan. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada pemindahan kempemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Mayoritas produk pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah saat ini masih terfokus pada produk-produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan murabahah, sebenarnya memiliki kesamaan dengan pembiayaan ijarah. Yang membedakan keduanya hanyalah obyek transaksi yang diperjual-belikan tersebut. Pembiayaan murabahah yang menjadi obyek transaksi adalah barang. Sedangkan dalam pembiayaan ijarah obyek transaksinya adalah jasa maupun manfaat.
Konteks perbankan Islam, ijarah bisa di persamakan suatu lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment), sebuah bangunan atau barang-barang seperti mesin-mesin, pesawat terbang, dan lainnya kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge).
Ijarah serupa namun tak sama dengan kegiatan leasing dalam sistem keuangan tradisional. Perbedaan pada obyeknya, leasing hanya sewa barang saja, dan adanya lease-purchase dua akad sekaligus dalam transaksi, ini yang di haramkan karna menimbulkan gharar. Pada mode transaksi pembiayan ijarah, Lembaga Keuangan Syariah menyewakan suatu aset yang telah dibeli atau disewa untuk nasabahnya dalam jangka waktu tertentu dan jumlah sewa dengan penambahan ujrah yang telah disepakati bersama, pada awal transaksi akad ijarah tersebut. Pada akhir perjanjian ijarah tersebut,barang yang disewa  itu di kembalikan kepada LKS, setelah barang yang disewakan itu kembali, bank dapat menyewakan kembali kepada orang lain.
Namun selain barang ijarah yang telah selesai masanya dikembalikan kepada bank, ada salah satu perjanjian ijarah dalam rangkaian dua akad, yakni (Ijarah wa iqtina), suatu perjanjian pembiayan yang diselesaikan dengan cara pengalihan kepemilikan aset pada akhir akad kepada nasabah. Ijarah ini merupakan konsep hire purchase, yang oleh lembaga keuangan Syariah disebut lease purchase financing, (Ijarah wa iqtina) IMBT adalah suatu gabungan dari kegiatan pembiayaan ijarah atas barang-barang bergerak (movable) dan barang-barang tidak bergerak (immovable) dengan memberikan kepada penyewa suatu pilihan atau opsi pada akhirnya membeli barang yang disewa.
Ijarah wa iqtina kurang mendapat dukungan dari para ahli hukum muslim, alasannya karena adanya resiko yang tidak diinginkan, penentuan keuntungan di muka dan adanya agunan yang menempatkan bank tidak menanggung resiko dianggap bertentangan dengan semangat Islam, karena Islam menentukan bahwa antara pemodal dan pengusaha yang memperoleh fasilitas pembiayaan harus berbagi resiko. Selain itu, penetapan di muka besarnya premium. Berdasarkan pengalaman sebelumnya sebagai kompensasi pembayaran tertunda bertentangan dengan asas-asas keuangan Islam.  Dengan semakin berkembangnya perekonomian syariah suatu negara, semakin meningkat permintaan atau kebutuhan masyarakat.
Dalam memenuhi hal tersebut maka pemerintah, hukum dan lembaga terkait keuangan syariah mempunyai peranan penting dan strategis dalam mengatur operasional dan tata kerja lembaga keungan syariah nasional, agar tidak terjadi penyimpagan manajemen dalam usaha, termasuk dalam kaitannya dengan penerapan prinsip-prinsip syariah.
Berikut beberapa peraturan pembiayaan syariah akad ijarah :
·      Kementerian KUKM, Standar Oprational Prosedur KJKS-UJKS
·      Kementerian Agama “FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAl”
Berikut ini adalah ketentuan objek ijarah dan kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan Ijarah di dalam fatwa Dewan Syari'ah Nasional
·      NO. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa.
·      NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijrah.
a     Ketentuan Objek Ijarah
1)  Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2)  Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3)  Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4)  Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan Syariah.
5)  Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6)  Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7)  Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
b     Kewajiban LKS dan Nasabah
1.   Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a)  Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b)  Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c)   Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2.   Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a)   Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak)
b)  Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).

c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
loading...

0 komentar:

Post a Comment