Pengertian
Manajemen Laba
secara umum
manajemen laba didefinisikan sebagai upaya menajer perusahaan untuk
mengintervensi atau mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan
untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi
perusahaan. Istilah intervensi dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk
menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap
aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya,
intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka standar akuntansi,
yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui
secara umum.
Manajemen laba
terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam laporan
keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga
menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang
diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan
angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam laporan keuangan.
Motivasi
Manajemen Laba.
Secara umum
terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan
tindakan creative accounting atau manajemen laba, yaitu:
a.
Motivasi Bonus.
Dalam
sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah insentif dan
bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam
menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah relatif
tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih besar nilainya hanya akan
diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus yang telah
ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja manajer salah satunya diukur dari
pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus
tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga
tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba agar dapat
menampilkan kinerja yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal.
b.
Motivasi Utang.
Selain
melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan ekspansi
perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak
ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan
dananya di perusahaan, tentunya manajer harus menunjukkan performa yang baik
dari perusahaannya. Untuk memperoleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam
jumlah besar, perilaku kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang
baik dari laporan keuangannya pun seringkali muncul.
c.
Motivasi Pajak.
Tindakan
manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan selalu
untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan perpajakan.
Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang belum go public.
Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan menginginkan
untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari nilai yang
sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak kreatif
melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan
memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan.
d.
Motivasi Initial Public Offering (IPO).
Motivasi
ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun sudah go
public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran saham
perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public Offering
(IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor. Begitupun
dengan perusahaan yang sudah go public untuk kelanjutan dan ekspansi
usahanya. e. Motivasi Pergantian Direksi. Praktik manajemen laba biasanya
terjadi pada sekitar periode pergantian direksi atau chief executive officer
(CEO). Menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi cenderung bertindak
kreatif dengan memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik
pada tahun terakhir ia menjabat. Motivasi utama yang mendorong hal tersebut
adalah untuk memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa jabatannya.
e.
Motivasi Politis.
Motivasi
ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak
menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan strategis semisal
perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan subsidi,
perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi keuangannya dalam
keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak terlalu baik karena
jika sudah baik, kemungkinan besar subsidi tidak lagi diberikan. Dari
penjelasan di atas terdapat beberapa motivasi yang mendorong terjadinya manajemen
laba, namun yang sejalan dengan penelitian ini yaitu ditinjau dari motivasi
perpajakan (taxation motivations). Scott mengemukakan bahwa motivasi penghematan
pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian,
kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri
untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum perpajakan tidak
mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Intinya manajer
termotivasi melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba demi mengurangi
beban pajak yang harus dibayar.30
Pola Manajemen
Laba
Menurut Scott
ada empat pola manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yaitu:
a. Taking
a bath
Manajemen
laba dengan pola taking a bath biasanya dilakukan ketika perusahaan
melakukan reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Taking a bath dilakukan
dengan melaporkan rugi yang besar pada periode sekarang.
b. Income
Minimization
Income
minimization adalah pola manajemen laba yang serupa
dengan taking a bath namun dalam bentuk yang tidak terlalu ekstrim. Income
minimization dilakukan dengan memilih kebijakan yang dapat meminimalkan
laba seperti penghapusan beberapa aset dan intangible asset, beban
pemasaran, dan beban R&D.
c. Income
Maximization
Manajer
melakukan income maximization dengan tujuan untuk meningkatkan laba
perusahaan agar bisa mencapai bogey dalam skema bonus. Namun
Teknik Manajemen
Laba
Manajemen
laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:
a.
Perubahan metode akuntansi
Manajemen
mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat
menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi
manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda,
misalnya:
1.
Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari
metode jumlah angka tahun (sum of the year digit) ke metode depresiasi
garis lurus (straight line)
2.
Mengubah periode depresiasi
b.
Memainkan kebijakan perkiraaan akuntansi
Manajemen
mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan perkiraan akuntansi.
Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektifitas
dalam menyusun estimasi, misalnya:
1.
Kebijakan mengenai perkiraan jumlah
piutang tidak tertagih
2.
Kebijakan mengenai perkiraan biaya
garansi
3.
Kebijakan mengenai perkiraan terhadap
proses pengadilan yang belum terputuskan.
c.
Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen
menggeser periode biaya atau pendapatan atau sering disebut manipulasi
keputusan operasional, misalnya:
1.
Mempercepat atau menunda pengeluaran
untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya.
2.
Mempercepat atau menunda pengeluaran
promosi sampai periode berikutnya.
3. Kerjasama dengan vendor untuk
mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi
berikutnya.
4.
Menjual investasi sekuritas untuk
memanipulasi tingkat laba.
5.
Mengatur saat penjualan aktiva tetap
yang sudah tidak terpakai.
Referensi:
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba:
Teori dan Model Empirism, Grasindo, Jakarta, 2008
Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi dan
Liza Alvia, Creative Accounting–Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal
Akuntansi, Salemba Empat, Jakarta,
2011
William R. Scott, Financial
Accounting Theory, Pearson, Toronto Ontaria, 2012
William R. Scott, Financial
Accounting Theory, 3rd edition, Prentice Hall, United States of America,
2003
loading...
0 komentar:
Post a Comment