PAJAK PENGHASILAN (Pengertian, Subyek, Objek dan Tarif Wajib Pajak)

Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah, pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tanggal 23 September 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4893, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985) yang merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 Tentang PPh, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263.
Image: harokah.com


Subjek Pajak Penghasilan
Secara umum pengertian subjek adalah siapa yang dikenakan pajak. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap (BUT). Penjelasan dari masing-masing subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

a.   Orang pribadi
   Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya.

c.  Badan
   Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi, Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.

d.  Bentuk Usaha Tetap (BUT)
    Yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang berupa:

1. Tempat kedudukan manajemen
2.  Cabang perusahaan
3.  Kantor perwakilan
4.  Gedung kantor
5.  Pabrik
6.  Bengkel
7.  Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan.
8.  Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan kehutanan
9.  Proyeksi konstruksi instalasi atau proyek perakitan
10.Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
11.Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Kedua jenis subjek pajak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a.  Subjek pajak dalam negeri
Yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut:

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
2.  Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b.   Subjek pajak luar negeri
sedangkan yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah:
1.  Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

2.  Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Objek Pajak Penghasilan
Dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang dapa dikenakan pajak. Objek PPh adalah penghasilan. Pengertian penghasilan menurut undang-undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas empat sumber, yaitu:

a.  Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan hubungan kerja dan pekerjaan bebas.
b.   Penghasilan dari usaha dan kegiatan
c.   Penghasilan dari modal
d.   Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan hutang dan lain sebagainya.

Berdasarkan empat kategori di atas, sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Undangundang PPh telah diberikan uraian mengenai objek PPh antara lain:

a.  Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh.
b.  Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
c.  Laba usaha.
d.  Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
2.  Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.
4.  Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
e.  Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
f.  Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang.
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h.  Royalti.
i.   Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j.   Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k.  Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
l.   Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisish lebih karena penilaian kembali aktiva.
n.  Premi asuransi.
o.  Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Tarif Wajib Pajak Badan
Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008, tarif PPh untuk WP Badan terdiri dari 3 (tiga) tarif, yaitu tarif sesuai Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, tarif sesuai Pasal 17 ayat (2b) UU PPh, dan tarif sesuai Pasal 31E UU PPh.

a. Tarif Pasal 17 Ayat (2a) UU PPh
Besarnya tarif PPh adalah 25% (dua puluh lima persen) dan sudah diberlakukan sejak Tahun Pajak 2010. Tarif PPh ini adalah tarif umum yang berlaku bagi semua WP Badan, khususnya WP Badan yang tidak memenuhi syarat Pasal 17 ayat (2b) maupun Pasal 31E UU PPh.

b. Tarif Pasal 17 Ayat (2b) UU PPh
Bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau go public), mendapat pengurangan tarif sebesar 5% (lima persen) dari tarif normal atau dengan kata lain mulai Tahun Pajak 2010, tarif untuk WP Badan yang sudah go public adalah 20% (dua puluh persen). WP Badan yang berhak mendapat penurunan atau pengurangan tarif PPh ini adalah WP Badan yang sudah go public dengan kriteria sebagai berikut:
1. Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
2. Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki oleh minimal 300 pihak (pemegang saham) baik orang pribadi ataupun badan.
3.   Masing-masing pihak (pemegang saham) hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor. Kondisi yang disebutkan pada kedua poin terakhir tersebut harus dipenuhi dalam jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pajak. Jika salah satu dari ketiga kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi, maka WP Badan tersebut harus menggunakan tarif PPh yang ditetapkan dalam Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen).

c.   Tarif Pasal 31E UU PPh.
Besarnya tarif PPh menurut pasal ini adalah 50% (lima puluh persen) dari tarif umum yang disebutkan pada Pasal 17 ayat (1) huruf b atau Pasal 17 ayat (2b) UU PPh. Dengan kata lain, ada diskon tarif PPh sehingga tarif yang dikenakan kepada WP Badan yang memenuhi syarat hanya sebesar 14% (untuk tahun pajak 2009) atau 12,5% (mulai tahun pajak 2010).

WP Badan yang berhak mendapatkan fasilitas ini adalah WP Badan yang jumlah peredaran brutonya dalam satu Tahun Pajak tidak lebih dari Rp 50 milyar. Cara penghitungannya dapat dilihat pada memori penjelasan Pasal 31E UU PPh. Menurut penegasan dalam poin 2.c. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE 66/PJ./2010 tanggal 24 Mei 2010, yang dimaksud dengan ‘peredaran bruto’ adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sebelum dikurangi dengan biaya fiskal.



Sumber:
Erly Suandy, Perpajakan, edisi kedua,  Salemba Empat, Jakarta,  2010
Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Edisi kedua, Mitra Wacana Media, Jakarta,  2013



loading...

0 komentar:

Post a Comment