Karakteristik Obligasi Syariah (sukuk)


Obligasi memiliki beberapa karakteristik seperti :

1.    Nilai nominal (face value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.
2.     Kupon (The Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan). Kupon obligasi dinyatakan dalam annual percentage.
3.   Jatuh tempo (maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan di atas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah diprediksi, sehingga memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon/bunga nya.

4.     Penerbit/Emiten (issuer) mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan factor penting dalam melakukan investasi obligasi ritel. Mengukur risiko/kemungkinan dari penerbit tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti Pefindo atau Kasnic Indonesia.
image: investasi-saham.com

Obligasi yang diterbitkan oleh setiap perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index maupun Bursa Efek Indonesia belum tentu merupakan obligasi syariah (sukuk). Karena sebuah obligasi dapat disebut sebagai obligasi syariah (sukuk), seandainya obligasi tersebut bisa memenuhi persyaratan sebagai berikut (Sunarsih, 2008):

1.      Akad yang digunakan dalam penerbitan Obligasi Syariah tersebut, dapat berupa :
a.      Mudharabah/Qiradh
b.      Musyarakah
c.      Murabahah
d.      Salam
e.      Istishna‟
f.       Ijarah
2.   Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten (mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah.
3.   Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsure non halal.
4. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan.
5.    Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
6.  Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi obligasi syariah.
Sementara itu, Hanafi (2006) menyatakan bahwa Obligasi Syariah (sukuk) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Sukuk (obligasi syariah) berbeda dari interest/bunga.
2.      Sukuk (obligasi syariah) tidak dapat diubah dalam bentuk saham.


loading...

0 komentar:

Post a Comment